Generasi
muda adalah tonggak estafet peradaban suatu bangsa. Ahh,, kata-kata yang sudah
di luar kepala semua orang. Namun, harapannya itu tidak sekedar menjadi
kata-kata bijak pelengkap LKS-LKS Bahasa Indonesia anak SMA saja, atau sekedar
senjata pamungkas para orator2 kelas kencur. Bagaimanpun juga, generasi muda
sampai kapanpun adalah orang2 muda berusia muda yang akan menggantikan mereka yang
sudah tua. Merekalah yang akan mencetak peradaban, mau dibawa kepada kondisi
keemasannya atau malah membawanya jatuh ke jurang kegelapan dan kehancuran.
Semua orang pasti mengharap terwujudnya peradaban emas, bergelimang prestasi
dan kesejahteraan yang hakiki yang dicetak oleh para generasi Intelek, berkepribadian
istemewa yang berintegrasi pada nilai-nilai kebenaran.
Kalau
kita melihat sekilas kondisi saat ini, bisa kita temukan bagaimana gambaran
para generasi yang tak menampakkan tanda2 pembawa harapan semakin membaiknya
kondisi negeri ini. Bagaimana tidak, tidak bisa dipungkiri subyek berbagai
problem bangsa ini sebagian besar karena ulah para generasinya yang notabene
mereka adalah para remaja sebagai output dari pendidikan jenjang SMP, SMA,
Mahasiswa, dan sejenisnya. Tawuran antar pelajar, pergaulan bebas yang berimbas
pada depresi; KTD; aborsi; munculnya berbagai penyakit kelamin; dll, narkoba,
kerusuhan, dan berbagai kasus sosial lainnya. Tentu kondisi ini bukanlah yang
kita harapkan.
Memang,
tidak sedikit mereka yang telah menorehkan karya-karya inovatif dan kreatif,
namun itu semua tidak lebih hanya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan
kelompoknya. Maka, tidak heran jika kondisi masyarakat pun tidak pernah berubah
walaupun semakin banyak para intelektual yang melahirkan karya setiap tahunnya,
bahkan masyarakat semakin terpuruk. Bayangkan saja, berapa banyak perlombaan2
tingkat Nasional maupun Internasional yang telah dimenangkan anak negeri,
tugas-tugas akhir yang tercipta dari output perguruan tinggi, tesis, disertasi,
berbagai hasil penelitian, dan sebagainya telah mampu memberikan pengaruh
signifikan terhadap perbaikan bangsa ini? Jawabannya tentu “Tidak ada”, tak
lebih semuanya hanya tertumpuk menjadi buku lusuh di rak2 perpustakaan atau di
tumpukan2 loakan.
Orientasi
belajar mereka pun tak menggambarkan keinginan besar menuju perubahan yang
hakiki. Ketika kuliah hanya sekedar untuk mendapatkan pekerjaan di masa depan,
dan menjamin hidup keluarga agar tak pernah kekurangan materi. Ketika belajar
hanya untuk mencari nilai bagus kendati pun dengan cara-cara yang menyimpang.
Maka kejujuran, kehormatan, dan nilai-nilai kebenaran lainnya tidak pernah ada
dalam jiwa para generasi muda, dan saat itulah pendidikan sudah kehilangan
tujuannya yang hakiki.
Intelektual,
sosok yang sangat diharapkan oleh bangsa dan masyarakat sangat dinantikan
kiprahnya untuk melepaskan bangsa ini dari keterpurukan. Intelektual yang
peduli, bukan individualis. Intelektual yang peka, bukan yang membebek dan
berkiblat pada Barat. Mahasiswa termasuk salah satu di dalamnya. Tentu, saat ini
yang diharapkan dari mahasiswa tidak hanya segudang prestasinya, namun bangun
dan bergerak dengan membawa solusi yang membangun dan solutif bagi setiap
permasalahan bangsa ini. Perubahan yang berlandaskan pada keimanan kepada Allah
dan keintelektualitasan, bukan modal nekat semata. Sehingga mahasiswa islam pun
harus bergerak dengan sebuah landasan ideologis agar tidak menjadi mahasiswa
pragmatis yang menyebabkan kreatifitas berpikir mahasiswa terbatasi dalam
pragmatisme pula.
Sudah saatnya intelektual mahasiswa tersadar bahwa sistem
pendidikan pragmatis yang dilahirkan dari penerapan ideology kapitalisme adalah
musuh bersama yang menghancurkan kualitas generasi bangsa dan matinya peran
mahasiswa. Dan tidak ada cara lain, sistem pendidikan pragmatis hanya akan
tergusur dengan tegaknya ideology islam (khilafah) di muka bumi sebagai solusi
sistemik atas permasalahan bangsa. Dan hanya dengan khilafah Islam lah Generasi
Cemerlang akan terlahir dan intelektual2 muda berkualitas akan bermunculan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar